JAKARTA | Mitrapubliknews.com – Di tengah arus informasi digital yang deras, media siber telah menjadi denyut nadi kehidupan masyarakat modern. Karakteristiknya yang cepat, terbuka, dan menjangkau luas ternyata berbanding lurus dengan tantangan berat yang dihadapi: mulai dari krisis etika, kerumitan regulasi, hingga merosotnya kepercayaan publik.
Menyikapi kondisi ini, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) mengambil inisiatif dengan menggelar rangkaian Dialog Nasional sepanjang akhir 2025. Agenda ini dimaksudkan sebagai ruang bersama untuk bertukar gagasan dan memperkuat tanggung jawab insan pers. Puncak refleksi ini digelar pada 15 Desember 2025 di Jakarta, dengan tema “Media Baru Menuju Pers Sehat”.
Dalam sambutannya, Ketua Umum SMSI, Dr. Firdaus, M.Si., menegaskan relevansi tema tersebut. Kehadiran media baru yang digital, interaktif, real-time, dan berjejaring telah mengubah pola konsumsi dan produksi informasi secara fundamental. Bagi SMSI yang menaungi ribuan media siber, fenomena ini bagai dua sisi mata uang.
Di satu sisi, terdapat peluang besar untuk memperluas jangkauan, mempercepat distribusi informasi, dan mendukung demokratisasi pengetahuan. Namun, di sisi lain, ancaman serius mengintai berupa banjir disinformasi, hoaks, polarisasi, hingga serangan siber. Tidak ketinggalan, tekanan pada model bisnis media konvensional yang terus tergerus juga menjadi persoalan nyata.
Dialog ini bukan sekadar ceremonial. Diskusi-diskusi sebelumnya telah menyentuh akar masalah. Salah satunya adalah keberadaan platform digital raksasa yang dianggap mempraktikkan monopoli “paripurna”.
Para ahli dalam diskusi sebelumnya menggambarkan, platform seperti Google menguasai ekosistem periklanan digital dari hulu ke hilir mulai dari data pengguna sebagai bahan baku, teknologi periklanan, hingga inventori iklan terbesar. Kondisi ini dinilai menyulitkan media lokal untuk bersaing secara sehat.
Persoalan regulasi juga mengemuka. Beberapa narasumber mengkritik pasal-pasal dalam UU ITE yang dinilai rentan menjerat jurnalis, serta UU Hak Cipta yang dianggap menghambat pertukaran informasi. Diskusi menekankan pentingnya pembedaan yang jelas antara konten jurnalistik yang bertanggung jawab dan konten biasa di ruang digital, serta urgensi peninjauan ulang regulasi yang tidak lagi sesuai dengan zaman.
Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Ketua Dewan Pers, hadir memberikan apresiasi sekaligus pencerahan dalam acara puncak tersebut. Kehadiran pimpinan Dewan Pers dan anggotanya dalam forum SMSI diapresiasi sebagai langkah positif untuk mendekatkan diri dengan konstituen dan mendengarkan langsung pergumulan di lapangan.
Dialog yang dihadiri pula oleh perwakilan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Dewan Pakar SMSI, dan praktisi media ini menghasilkan sebuah kesadaran kolektif. Media baru bukanlah musuh yang harus ditakuti, melainkan sebuah keniscayaan yang harus diintegrasikan ke dalam ekosistem pers yang sehat.
Tantangannya kini adalah bagaimana menciptakan regulasi yang protektif namun tidak mengekang, membangun model bisnis yang berkelanjutan, dan yang terpenting, menjaga martabat serta kredibilitas jurnalisme di tengah hingar-bingar informasi.
Langkah SMSI ini diharapkan bukan sekadar seremonial akhir tahun, melainkan awal dari kerja bersama yang lebih konkret untuk menguatkan fondasi media siber Indonesia menuju masa depan yang lebih bertanggung jawab dan berdaya saing.
(Red)


Tidak ada komentar
Posting Komentar