TANGERANG | Mitrapubliknews.com – Jembatan timbangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatiwaringin, Kabupaten Tangerang, hingga kini belum juga difungsikan meski telah dibangun sejak tahun 2024. Fasilitas yang seharusnya digunakan untuk mengukur bobot sampah yang dibawa armada pengangkut tersebut terkesan mangkrak tanpa kejelasan pemanfaatan.
Aktivis 98, Kurtubi, menilai kondisi tersebut mencerminkan buruknya pengelolaan sampah di TPA Jatiwaringin. Ia juga menyoroti akses jalan menuju TPA yang rusak parah sehingga menghambat operasional armada pengangkut sampah.
“Anggaran yang digelontorkan untuk penataan dan perbaikan TPA Jatiwaringin tidak sedikit, bahkan mencapai puluhan miliar rupiah. Namun hingga saat ini, hasilnya belum terlihat maksimal,” ujar Kurtubi, Jumat (26/12/2025).
Menurutnya, TPA Jatiwaringin dan TPS3R yang selama ini digadang-gadang sebagai solusi penanganan sampah di Kabupaten Tangerang belum menunjukkan kinerja optimal. Salah satu penyebabnya adalah belum berfungsinya sejumlah fasilitas pendukung.
“Ada dua unit mesin hoar yang dibeli untuk memisahkan sampah plastik dan tanah, tetapi belum bisa digunakan. Penyebabnya karena tidak adanya Detail Engineering Design (DED), infrastruktur pendukung yang belum memadai, serta kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang masih kurang,” jelasnya.
Kurtubi juga mengungkapkan persoalan serius terkait pengelolaan lingkungan di sekitar TPA. Ia menyebut pembuangan air lindi yang tidak melalui proses pengolahan berpotensi mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan warga.
“Air lindi dibuang langsung ke lingkungan tanpa pengolahan yang layak, ditambah tidak adanya sistem drainase yang memadai. Ini berisiko mencemari air sumur warga. Padahal TPA Jatiwaringin sudah berdiri lebih dari 30 tahun, namun hingga kini belum ada kontribusi maupun kompensasi yang layak dari pemerintah daerah kepada warga di tiga kecamatan sekitar,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Media Center Sukadiri, Mustajib, menyatakan keberadaan TPA Jatiwaringin belum memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat sekitar.
“Manfaat yang dirasakan warga sangat minim, hanya sebatas pengobatan gratis. Seolah-olah ada pembiaran dan tidak ada perhatian khusus bagi warga terdampak,” ujarnya.
Mustajib juga menyoroti adanya surat teguran dari Kementerian Lingkungan Hidup terkait pengelolaan TPA Jatiwaringin yang dinilai buruk karena masih menggunakan metode open dumping.
“TPA Jatiwaringin sudah beroperasi lebih dari 30 tahun dan mendapat teguran dari Kementerian Lingkungan Hidup. Ini menunjukkan kegagalan Pemkab Tangerang dalam mengelola sampah secara baik dan berkelanjutan,” katanya.
Ia berharap Pemerintah Kabupaten Tangerang lebih serius memperhatikan warga lokal atau Anak Kampung Sini (AKAMSI) yang selama ini terdampak langsung.
“Warga hanya menerima dampak negatif berupa polusi udara dan bau menyengat. Pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada TPA-nya, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan dan ekonomi warga di sekitar lokasi,” pungkasnya. (*/Misan).


Tidak ada komentar
Posting Komentar